Oleh : indarwati
A. Pendahuluan
Disetiap pembahasan mengenai
pemikiran para tokoh, kita perlu menelaah lebih jauh akan esensi dari alur
pemikiran tersebut. Sebagai mana Ibnu Bajjah yang pada dasarnya memiliki corak
pemikiran yang mendalam. Pemikiran tersebut bukan semata-mata lahir dari ruang hampa. Namun pemikiran
tersebut adalah sebuah wujud perenungan mendalam terhadap realita yang sedang
dihadapi oleh Ibnu Bajjah guna memberi solusi dan jalan keluar akan fenomena
yang dihadapi oleh Ibnu Bajjah pada kurun waktu itu. Untuk lebih jelasnya,
dalam makalah ini pemakalah akan memaparkan beberapa hal seputar Ibnu Bajjah.
B. Sejarah Hidup Ibnu Bajjah
Lahir
pada akhir 1095 M (abad VH/XIM) Di Saragosa. Nama lengkapnya adalah “Abu Bakar
Muhammad Ibnu Yahya Ibnu Al-Shaigh Al-Tujibi Al-Andalusiy Al-Sarakusty. Didunia
Barat ia lebih dikenal dengan nama
“Avempace” salah seorang filosof islam terkemuka dibelahan Barat dunia
islam. Wafat pada tahun (533 H/1139 M) dikota Fez (Maroko). Maasa kecilnya dan
pendidikannya tidak diketahui dengan jelas. Ketika Saragosa dikuasai Raja
Alphonso 1 dari Aragon. Ia pindah ke Sevilla. Dikota ini ia bekerja sebagai
dokterkemudian ke Granada, dan akhirnya pindah ke Fez. Ia pernah diangkat sebagai
Wazir (mentri) dalam wilayah Abu Bakar
Ibnu Ibrahim Al-Syahrowi dari dinasti Al-Murobithin. Selain sebagai
filosof, ia juga dikenal sebagai penyair dan ahli Musik. Kematiannya, menurut
suatu riwayat disebabkan racun yang diselibkan oleh seorang dokter dalam
makanannya, karena irihati terhadap ketenaran serta ketinggian ilmunya.[1]
C. Karya-karya
Dibawah ini merupakan
karya-karya ibnu Bajjah:
1. Risalatu ‘i-wada’( ditulis untuk seorang
teman yang pergi dan khuatir jika teman tersebut tidak kembali. Juga tentang
manusia dengan akal fa’al)
2. Tadbiru ‘I-Mutawahhid (kitab ini serupa dengan kitab Al-Farabi
mengenai Al-Madinatu ‘I-Fadhilah)
3. Kitabu ‘I-Nafs (Pembahasannya berkisar
tentang Jiwa)
4. Risalatu ‘I-Ittishal (Berkisar mengenai
hubungan manusia dengan akal Fa’ ‘al.
Kecuali itu benyak juga
menulis berbagai komentar dan bantahan terhadap Aristoteles, al-Ghozali,
al-Farabi dan lain-lain.[2]
D. Pemikiran Ibnu Bajjah
1. Metafisika
Al-Ma’dudat (yang
berbilang), istilah yang digunakan Ibnu Bajjah terhadap wujud (yang ada) sebab
pada hakikatnya segala yang wujud ini tidak lepas dari bilangan. Al-Ma’dudat
meskipun terbilang namun terdiri dari dua:
a. Sesuatu yang kongkrit (dapat diukur, panjang,
lebar, tinggi)
b. Sesuatu yang abstrak (yang dapat
diperhitungkan dengan akal, termasuk didalamnya berbagai macam gerak). Gerak
ada 2:
-
Gerak
relatif, Bergeraknya digerakkan oleh sesuatu yang diluar dirinya)
-
Gerak
Absolut (Tuhan), Ia bergerak sendiri, dan ia sebagai sumber gerak yang
menggerakkan yang lain.[3]
2. Teori Pengetahuan (Akal/Ma’rifah)
Dalam
kehidupan manusia peran akal sangatlah penting. AkLal dapat mencapai
kebahagiaan, menguasai diri manusia, dan kemakmuran hidup. Akal menurut Ibnu
Bajjah adalah satu-satunya yang memungkinkan manusia mengetahui sesuatu
(Ma’rifah yang benar dan mutlak, kebahagiaan dan juga nilai-nilai akhlak hanya
dapat diketahui dan diperoleh melalui akal).
Selanjutnya Ibnu Bajjah mengatakan
bahwa jika manusia dapat menggunakan
akalnya dengan teratur dan baik, maka ia tidak saja mengenal hal-hal yang kecil
dan rendah wujudnya. tapi juga dapat menjangkau hal-hal yang maknawiyang paling
abstrak sekalipun. Ada tiga jenis akal:
- Akal Insani (Akal potensial)
- Akal Aktual (Akal potensial yang telah
aktif)
- Akal Kulli ( akal yang menjadi muara
dari akal aktual)
Dimulai dari Akal insani (jika
diaktifkan) akan menimbulkan => Aktual (akan menanggapi segala objek
fikiran) => menghasilkan ilmu pengetahuan (disimpannya dengan baik) =>
kemudian disalurkan kepada akal Kulli (Untuk dilestarikan). Untuk mencapai pengetahuan
tinggi, manusia perlu membersihkan jiwanya dari pengaruh materi. Ilmu yang
tertiggi adalah ilmu yang dapat menghubungkan manusia dengan akal fa’al.[4]
Ibnu
Bajjah membagi Ma’rifah menjadi tiga:
- Ma’rifah bentuk-bentuk materi (diperoleh
melalui indra)
- Ma’rifah bentuk-bentuk Rohani (Melalui
indra => Khayal)
- Ma’rifah bentuk-bentuk Pemikiran (hanya
dapat diperoleh lewat akal)
Untuk memperoleh objek
pemikiran ada tiga jalan:
- Cara orang awam
- Cara ahli nalar
- Cara bahagi
Ma’rifah
tertinggi menurut Ibnu Bajjah adalah yang dapat membawa manusia pada akal Fa’al
(pahala dan nikmat Allah berikan kepada para hambanya yang direlai-Nya).[5]
3. Teori Akhlak/Etika
Tindakan
manusia dibagi menjadi dua bagian:
- Tindakan Hewani (Didasarkan atas
pemenuhan kebutuhan semata)
- Tindakan manusiawi (Didasarkan atas akal
sehat)
Keistimewaan
manusia dari makhluk lain teretak pada daya pikir yang menjadi daya pikir yang
menjadi sumber perbuatan manusia itu sendiri. Semua perbuatan yang didasarkan atas akal budi sehat adalah
Ikhtiariah.[6]
4. Politik
Dalam
masalah politik Ibnu Bajjah dipengaruhi oleh Al-Farabi (Negara Utama) dan
Negara yang kurang. Mengikuti konsep Al-Farabi, Ibnu Bajjah mengatakan “makhluk
sosial pada wataknya ia harus hidup dalam masyarakat. Ibnu Bajjah lebih
menekankan pada masyarakat, sementara Al-Farabi lebih menekankan pada
Pengaturan mengenai Negara. Dalam konsep Ibnu Bajjah Penyendiri ditekankan pada
sikap hidup dalam bermasyarakan, tidak pada tempat tinggal. Jika “insan
Penyendiri” mendiami suatu negara maka negara itu desebut Negar Utama dan jika
tidak maka negara itu disebut negara Bobrok.
Ibnu
Bajjah berkata bahwa tujuan hidup adalah memperoleh kebahagiaan. Dan pada
intinya Kebahagiaan hakiki terletak pada berhubungan pada akal aktif melalui
pemikiran akal yang dicapai dalam kehidupan sosial.[7]
5. Tadbir al-Mutawahhid (Mengatur hidup
secara sendirian)
Menurut
Ibnu Bajjah, hidup manusia adalah bermasyarakat, karena itu lah tabiatnya. Tapi
pada hakikatnya “Hidup memencilkan diri itulah yang lebih baik. Hidup sendirian
dan merenungkan ilmu pengetahuan akan mendekatkan orang pada akal Fa’al. Dengan
demikian akan terlimpah kepadanya ilmu dari akal faal tersebut.
Menyendiri
yang dimaksud oleh Ibnu Bajjah adalah bukanlah
dalam arti Zati. Yaitu menyendiri dari banyak orang. Menyendiri disini
dalam arti Sifati yaitu menyendiri secara sepiritual untuk merenungkan
objek-objek ilmiah (Ma’qulat). Maka untuk mencapai sifat insaniah yang sempurna
diperlukan pebngasingan siri secara sepiritual.[8]
6. Teori Al-Ittishal
(Kemampuan manusia untuk melebur diri dengan akal faal melalui ilmu).
Kesanggupan
jiwa yang berakal dan penguasaannya terhadap nafsu hewani, akan mendorong
manusia untuk mencapai segala keutamaan dan perbuatan budi pekerti luhur
manusia.
7. Keabadian dan Kebahagiaan
Kebahagiaan
menurut Ibnu Bajjah adalah jika seseorang telah mencapai dalam hidunya martabat
ilmu atau hukmah atau keberanian atau kemuliaan yang yang ia sendiri sadar
sebagai orang yang berilmu, bijak sana, berani dan mulia.
Sedangkan
keabadian menurut Ibnu Bajjah adalah perasaan seseorang sebelum mati bahwa
manusia akan selalu mengenangnya untuk waktu yang lama sesudah ia meninggal.
perasaan yang mendahului matinya adalah keabadian yang berkaitan dengan orang
bersangkutan, sedangkan zaman dimana ia selalu disebut orang setelah ia
meninggal adalah keabadian yang berkaitan dengan pekerjaannya.[9]
E. Kesimpulan
Ibnu
bajah lahir pada
akhir 1095 M (abad VH/XIM) Di Saragosa. Ia adalah pemikir yang terkenal, tidak
hanya didunia Timur akan tetapi juga di dunia Barat. Kisah perjalanan panjag
dalam hidupnya membawanya sebagai seorang pemikir inspiratif. Karya-karya yang
ditulisnyapun tak sedikit. Pemikiran-pemikirannya yang Kritis terhadap realita
kemasyarakatan adalah bukti real kepeduliannya terhadap permasalahan
yang terjadi pada masa itu. Bahkan pemikirannya mengenai Negara hampir mirip
dengan tokoh populer yaitu Al-Farabi. Diantara pemikirannya adalah mengenai
metafisika, politik, akal, Ma’rifat, Etika, Keabadian, kebahagiaan, teori
al-ittishal, Tadbir al-Mutawahhid. Oleh kerena ketenaran dan ketinggian
ilmunya, Ibnu Bajjah dikatakan Meninggal karena diracuni oleh dokter yang iri
terhadap diri Ibnu Bajjah. Ibnu Bajjah Wafat pada tahun (533 H/1139 M) dikota
Fez (Maroko).
Daftar
Pustaka
Ensiklopedi Islam di Indonesia 2.
Daudy Ahmad. Kuliyah Filsafat Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1986).
Ali,
Yunarsil. Perkembangan Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta:Bumi
Aksara, 1991).
[1] Ensiklopedi Islam di
Indonesia 2, Hal 386.
[2] Dr. Ahmad Daudy, Kuliyah
Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal.132-133.
[3] Yunarsil Ali, Perkembangan
Pemikiran Falsafi dalam Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1991), hal.81.
[4] Ibid. Yunarsil Ali, hal.
82
[5] Ibid. Ahmad Daudy,
hal.137-138
[6] Ensiklopedi Islam 2,
hal. 386
[7] Ibid. Yunarsil Ali, hal.
140-143.
[8] Ibid. Yunarsil Ali. Hal.
83-84.
[9] Ibid. Dr. Ahmad Daudy,
hal.139-140.
0 komentar:
Posting Komentar